Rabu, 22 Desember 2010

sejarah jurnalistik

Nama    : M Imron R
NIM    : 07110102
Kelas    : A

Sejarah Jurnalistik
Dalam bentuknya yang paling awal, kegiatan jurnalistik dapat kita telusuri sejak zaman peradaban Romawi-Yunani Kuno, dimana cikal bakal surat kabar yang bernama "Acta Diurna" pernah diterbitkan. Berita-berita dan pengumuman ditempelkan Acta Diurna di pusat kota yang kala itu disebut  "Forum Romanum". Atau bahkan lebih awal lagi sejak zaman peradaban Sumeria-Babilonia di lembah sungai Tigris dan Euprat (Irak-Iran).
Kegiatan Perekaman dan penyebaran informasi melalui tulis menulis, semakin meluas sejak masyarakat peradaban Mesir menemukan teknik pembuatan kertas dari serat tumbuhan Phapyrus. Oleh karena itulah kertas dalam bahasa Inggris sekarang disebut paper. Pada zaman-zaman selanjutnya, peradaban Cina, India, dan Arab berperan sangat maju dalam pengembangan dunia tulis menulis ilmiah dan budaya baca-tulis masyarakatnya, sehingga peradabannya dapat berkembang sedemikian majunya memimpin peradaban dunia pada masa itu.
Pada perkembangan selanjutnya, dunia tulis menulis dan jurnalisme-pers semakin maju dan meluas, setelah ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Guttenberg pada abad ke-15 M.

Pengertian Jurnalistik
Secara etimologis, jurnalistik terambil dari bahasa Inggris journalistic, yang berasal dari kata journal atau du jour (bahasa Prancis). Artinya catatan atau berita harian, dimana segala berita pada hari itu termuat dalam lembaran (kertas yang tercetak).
Dari segi kegiatannya, jurnalistik adalah kegiatan kewartawanan dalam mencari, menyusun, menulis, menyunting, dan menerbitkan (mempublikasikan) berita di media massa (baik media massa cetak maupun elektronik).
Kamus istilah jurnalistik, terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, tahun 2003 mendefinisikan jurnalistik dengan: suatu seni kejujuran yang bersangkutan dengan pemberitaan dan persuratkabaran. Makna senada juga terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Di sana ditulis, jurnalistik adalah yang bersangkutan dengan kewartawanan dan persuratkabaran.
Kemudian karena berita itu dicetak (umumnya di atas kertas) dengan mesin cetak press (bahasa Inggris), maka istilah pers juga dipergunakan kepada jurnalistik. Hanya saja, istilah pers lebih sering dipakaikan kepada lembaga yang melakukan kegiatan jurnalistik itu. Drs. Totok Djurato, M.Si. menuliskan bahwa pers lebih dikenal sebagai "Lembaga Kemasyarakatan" (social institution).
Media Jurnalistik
Media-media yang dipakai oleh para jurnalis dan produsen jurnalistik dalam menampilkan obyek jurnal, diantaranya adalah:
a.    Media Verbal
Merupakan media jurnalistik yang mempergunakan kata-kata atau tulisan. Pada awalnya berita disebarluaskan melalui telex (hingga saat ini masih dipergunakan, seperti pada kantor-kantor berita nasional), perkembangan selanjutnya melalui media cetak seperti pada koran dan majalah.
b.    Media Foto
Media gambar diam yang didapatkan dengan tekhnologi kamera, dikenal dengan istilah Fotografi Jurnalistik. Mulai dikenal dan berkembang sejak tahun 1851, berkat jasa wartawan perang pertama, Roger Fenton.
c.    Media Audio
Pemanfaatan tekhnologi audio yang berkembang hingga pada pemberitaan melalui stasiun pemancar radio.
d.    Media Visual
Media gambar bergerak. Lebih banyak diminati, karena lebih mudah dinikmati. Saat ini telah berkembang berkat tekhnologi elektronik audio-visual, sehingga tidak hanya menyaksikan rekaman gambar bisu, namun juga dapat menikmati suaranya.

Proses Kerja Jurnalistik
Karena yang lazim kita geluti dalam dunia kemahasiswaan adalah jurnalistik media cetak, maka secara teknis, berikut ini ditampilkan proses kerja yang dilalui dalam mengantarkan sajian berita dan informasi kepada pembaca:
Rapat Redaksi, yaitu rapat untuk menentukan tema-tema yang akan ditulis dalam penerbitan edisi mendatang. Dalam rapat ini dibahas juga mengenai pembagian tugas reportase.
Reportase. Setelah rapat redaksi selesai, para wartawan yang telah ditunjuk harus "turun ke lapangan" untuk mencari data sebanyak mungkin yang berhubungan dengan tema tulisan yang telah ditetapkan. Pihak yang menjadi objek reportase disebut nara sumber. Nara sumber ini bisa berupa manusia, makhluk hidup selain manusia, alam, ataupun benda-benda mati. Jika nara sumbernya manusia, maka reportase tersebut bernama wawancara.
Penulisan Berita. Setelah melakukan reportase, wartawan media cetak akan melakukan proses jurnalistik berikutnya, yaitu menulis berita. Di sini, wartawan dituntut untuk mematuhi asas 5 W + 1 H yang bertujuan untuk memenuhi kelengkapan berita. Asas ini terdiri dari WHAT (apa yang terjadi), WHO (siapa yang terlibat dalam kejadian tersebut), WHY (mengapa terjadi), WHEN (kapan terjadinya), WHERE (di mana terjadinya), dan HOW (bagaimana cara terjadinya).
Editing, yaitu proses penyuntingan naskah yang bertujuan untuk menyempurnakan penulisan naskah. Penyempurnaan ini dapat menyangkut ejaan, gaya bahasa, kelengkapan data, efektivitas kalimat, dan sebagainya.
Setting dan Layout. Setting merupakan proses pengetikan naskah yang menyangkut pemilihan jenis dan ukuran huruf. Sedangkan layout merupakan penanganan tata letak dan penampilan fisik penerbitan secara umum. Setting dan layout merupakan tahap akhir dari proses kerja jurnalistik. Setelah proses ini selesai, naskah dibawa ke percetakan untuk dicetak sesuai oplah yang ditetapkan.

Penulisan Berita
Setelah melakukan wawancara, wartawan media cetak akan melakukan proses jurnalistik berikutnya, yaitu menulis berita. Ada tiga bentuk penulisan berita yang dikenal secara umum, yaitu:
1. Straight News
Merupakan teknik penulisan berita yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Menggunakan gaya bahasa to the point alias lugas.
2.    Inti berita (masalah terpenting dalam berita tersebut) tertulis pada alinea pertama. Makin ke bawah, isi berita makin tidak penting. Dengan demikian, dengan membaca alinea pertama saja, atau cuma membaca judulnya, orang akan langsung tahu apa isi berita tersebut. Sistem penulisan seperti ini dikenal dengan struktur piramida terbalik. 
3.    Jenis tulisan ini cenderung mentaati asas 5 W + 1 H.
4.    Gaya penulisan ini biasanya digunakan oleh surat kabar yang terbit harian. Terbatasnya waktu orang-orang membaca koran, membuat para pengelola surat kabar harus menyusun gaya bahasa yang selugas mungkin, sehingga pembaca akan langsung tahu apa isi suatu berita hanya dengan membaca sekilas.
2. Feature News
Memilik ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Gaya penulisannya merupakan gabungan antara bahasa artikel dengan bahasa sastra, sehingga cenderung enak dibaca.
2.    Inti berita tersebar di seluruh bagian tulisan. Karena itu, untuk mengetahui isi tulisan, kita harus membaca dari kalimat pertama sampai kalimat terakhir. Artinya, jenis berita ini cenderung tidak terikat struktur piramida terbalik.
3.    Asas 5 W + 1 H masih digunakan, tetapi tidak terlalu penting.
4.    Gaya penulisan ini biasanya dipakai oleh majalah/tabloid yang terbit secara berkala. Pembaca biasanya memiliki waktu yang lebih luang untuk membaca majalah/tabloid, sehingga gaya bahasa untuk media ini dapat dibuat lebih "nyastra" dan "bergaya", sehingga pembaca merasa betah dan "menikmati" tulisan tersebut dari awal sampai akhir.


3.  Comprehensif News
Penulisan berita dalam bentuk ini bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap suatu gejala, fenomena, atau kecenderungan yang hidup di masyarakat..Jenis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Cenderung ilmiah, memiliki argumentasi dan referensi
2.    Inti berita tersebar di seluruh bagian tulisan. Karena itu, untuk mengetahui isi tulisan, kita harus membaca dari kalimat pertama sampai kalimat terakhir. Artinya, jenis berita ini cenderung tidak terikat struktur piramida terbalik.
3.    Walaupun bercorak ilmiah, ia tetap ditampilkan secara populer, karena akan menjadi konsumsi orang banyak.
4. Investigative News
Jenis ini merupakan yang tersulit, karena membutuhkan ketajaman analisa dan kelengkapan data. Reportase untuk menghasilkan berita jenis ini biasa disebut investigative reporting atau depth reporting. Ciri-cirinya antara lain:
1.    Laporan bercirikan analisis mendalam terhadap sebuah peristiwa.
2.    Biasanya melibatkan banyak reporter dan narasumber.
3.    Laporan yang ditampilkan tidak hanya sekedar mengungkap unsur berita 5 W + 1 H, tapi penekanannya lebih pada analisis why-nya (mengapa, apa sebab-sebab peristiwa) dan how-nya (bagaimana kelanjutan ceritanya, bagaimana efek peristiwa, dll.).
4.    Dalam majalah-majalah mingguan, biasanya berita jenis ini dimuat dalam rubrik Liputan Khusus atau Laporan Utama.
5.    Proses reportase untuk melahirnya laporan seperti ini biasanya memiliki resiko lebih besar. Karena bersifat mendalam (depth) dan penyelidikan (investigative), wartawan harus menjalankan peran seorang intelijen dalam menguak tabir pada kasus atau permasalahan yang akan ia laporkan.

Nilai Berita
Layak atau tidaknuya suatu berita untuk ditampilkan, dapat diperiksa dengan menilai sifat-sifatnya. Cara menilainya antara lain dengan rumus CoHPPT, yang merupakan singkatan dari Consequencies, Human Interest Prominance, Proximity, dan Timelines. Artinya, peristiwa yang kita temui, kita ketahui, atau kita lihat dinilai layak menjadi berita bila memenuhi salah satu atau beberapa dari unsur rusmusan CoHPPT ini:
1.    Consequencies (dapat membawa akibat yang luas bagi orang banyak). Misalnya peristiwa kenaikan harga BBM (bahan baker minyak), atau peristiwa lengsernya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenannya. Konflik sosial-politik yang menimbulkan ketegangan juga layak menjadi berita, karena mempunyai akibat besar dan luas bagi masyarakat banyak.
2.    Human interest (menarik dari sudut kepentingan kemanusiaan). Misalnya peristiwa gempa bumi atau banjir yang banyak membawa korban.
3.    prominence (melibatkan tokoh terkemuka, orang penting, atau orang terkenal). Misalnya peristiwa kematian Lady Diana, Putri Kerajaan Inggris
4.    proximity (terjadinya dekat dengan tempat tinggal para pembaca atau pemirsa). Peristiwa yang terjadi di negeri kita, akan lebih menarik perhatian kita dari pada peristiwa yang terjadi di negeri asing yang jauh. Secara naluriah, manusia lebih menyenangi sesuatu yang lebih dekat dengan lingkungannya sendiri, daripada lingkungan orang lain.
5.    Timelines (baru saja terjadi). Maksudnya ada kedekatan jarak waktu antara terjadinya peristiwa dengan waktu diberitakannya.

Prinsip Dasar Tugas Jurnalistik
Untuk menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas, seorang wartawan hendaknya mematuhi prinsip-prinsip dasar yang berlaku dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik. Beberapa di antaranya adalah:
Wartawan harus menulis berdasarkan prinsip both sides writing. Artinya, dalam membahas suatu masalah, mereka harus menampilkan pendapat dari pihak yang pro dan yang kontra. Ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan opini.
Dalam melakukan wawancara, wartawan harus menghargai sepenuhnya hak-hak nara sumber. Wartawan tidak boleh memuat hasil wawancara yang oleh nara sumber dinyatakan of the record. Bagi nara sumber yang merupakan saksi mata sebuah kejahatan atau menjadi korban perkosaan misalnya, wartawan wajib merahasiakan identitas mereka. Ini bertujuan untuk menjaga keselamatan atau nama baik nara sumber.
Wartawan tidak selayaknya memasukkan opini pribadinya dalam sebuah karya jurnalistik. Yang seharusnya ditampilkan dalam tulisan adalah opini para nara sumber.
Setiap pernyataan yang terangkum dalam karya jurnalistik hendaknya disertai oleh data yang mendukung. Jika tidak, pers dapat dianggap sebagai penyebar isu atau fitnah belaka. Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap pers menjadi berkurang. Bahkan pihak yang "terkena" oleh pernyataan yang tanpa data tadi, dapat menggiring pengelola pers ke pengadilan.
Inilah sebahagian dari dasar-dasar jurnalistik yang ditampilkan secara sekilas. Diharapkan ini dapat menjadi stimulan (pendorong) untuk mendalami lebih jauh dunia jurnalistik yang memang menarik, menantang, dan menjanjikan. Berani?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar